Apa akar sejarah kritik seni formalis?

Apa akar sejarah kritik seni formalis?

Kritik seni formalis telah lama dianggap sebagai pendekatan penting untuk memahami seni. Akar sejarahnya dapat ditelusuri kembali ke abad ke-18 dan ke-19, pada masa perubahan signifikan dalam dunia seni. Dalam eksplorasi komprehensif ini, kita akan mendalami asal usul sejarah dan perkembangan kritik seni formalis, landasan teoritisnya, dan dampaknya terhadap perspektif sejarah yang lebih luas dalam kritik seni.

Abad ke-18 dan ke-19: Menata Panggung

Pada abad ke-18 terjadi pergeseran paradigma dalam dunia seni rupa. Sebelum periode ini, seni dilihat melalui kacamata narasi keagamaan, mitologi, dan sejarah. Namun, seiring dengan bangkitnya Pencerahan dan Revolusi Industri, penekanan pada nalar, pengamatan empiris, dan pendekatan ilmiah untuk memahami dunia semakin meningkat.

Kritik seni mulai berkembang dari pendekatan yang didominasi interpretasi dan naratif menjadi pendekatan yang lebih analitis dan formalis. Pergeseran ini tercermin dalam tulisan tokoh berpengaruh seperti Johann Joachim Winckelmann, seorang sejarawan seni yang kerap dianggap sebagai bapak kritik seni. Penekanan Winckelmann pada kualitas formal seni Yunani kuno dan perayaan kesempurnaan estetika meletakkan dasar bagi kritik seni formalis.

Bangkitnya Formalisme

Kritik seni formalis memperoleh daya tarik lebih lanjut pada abad ke-20, khususnya melalui karya perintis kaum formalis Rusia, yang berusaha melepaskan seni dari makna ekstrinsik dan kontekstualnya dan menganalisisnya murni dari segi sifat formalnya. Pemikir seperti Viktor Shklovsky dan Roman Jakobson menekankan pentingnya defamiliarisasi dan pentingnya bentuk dibandingkan isi, sehingga membuka jalan bagi mode kritik seni baru yang berfokus pada elemen artistik intrinsik seperti garis, warna, dan komposisi.

Gerakan ini juga disejajarkan dalam seni visual oleh seniman seperti Wassily Kandinsky dan Kazimir Malevich, yang mengeksplorasi potensi ekspresif yang melekat pada bentuk dan warna, yang meletakkan dasar bagi seni abstrak.

Teori dan Praktek Formalis

Kritik seni formalis ditopang oleh keyakinan bahwa esensi seni terletak pada kualitas formalnya. Pendekatan ini berupaya menganalisis seni secara visual dan struktural, terlepas dari konteks sejarah, budaya, atau sosialnya. Para pendukung formalisme berpendapat bahwa kualitas intrinsik seni—seperti garis, bentuk, dan tekstur—sangat penting dalam menentukan nilai estetika dan harus menjadi fokus utama penyelidikan kritis.

Kritikus formalis sering kali membaca karya seni secara cermat, memberikan perhatian cermat pada elemen formal dan teknik komposisi. Pendekatan analitis ini bertujuan untuk mengungkap makna dan emosi inheren yang disampaikan melalui bentuk, menantang pemirsa untuk terlibat dengan seni pada tingkat sensorik dan persepsi murni.

Dampak dan Warisan

Warisan kritik seni formalis penting dalam perspektif sejarah kritik seni yang lebih luas. Hal ini telah memicu perdebatan yang sedang berlangsung mengenai pentingnya bentuk versus isi, peran subjektivitas dalam interpretasi, dan sifat pengalaman estetika.

Terlebih lagi, prinsip formalis telah meresap ke dalam beragam gerakan seni dan terus mempengaruhi kritik seni rupa kontemporer. Walaupun ketaatannya yang kaku terhadap unsur-unsur formal telah dikritik karena mengabaikan dimensi kontekstual dan sosiopolitik seni, kritik seni formalis tetap menjadi komponen penting dan abadi dalam wacana seputar seni dan penafsirannya.

Kesimpulan

Kesimpulannya, akar sejarah kritik seni formalis dapat ditelusuri pada pergeseran penting dalam teori dan praktik seni selama abad ke-18 dan ke-19. Evolusi dan dampaknya terus membentuk perspektif sejarah yang lebih luas dalam kritik seni, menstimulasi dialog berkelanjutan tentang hakikat seni, pentingnya bentuk, dan beragam interpretasi pengalaman estetika. Memahami akar sejarah kritik seni formalis memperkaya apresiasi kita terhadap relevansinya yang bertahan lama dalam ranah kritik seni secara keseluruhan.

Tema
Pertanyaan